Sabtu, 01 November 2014

Inisiasi VII : POLITIK

Islam adalah agama yang universal. Huwa al-din al-haq al-khalid al-mula’im li al-‘qul, fi kulli ‘ashr wajil wa sya’b wa qabil. Universalitas Islam tercermin pada kompleksitas ajaran-ajaran yang dimilikinya, tidak terkecuali politik. Politik sering diidentikkan dengan kekuasaan, cara mendapatkan dan cara menjalakannya. Islam menegaskan bahwa politik tidaklah bebas nilai, ia harus diatur sedemikian rupa sehingga tujuan yang dinginkan tercapai. Penghalalan segala cara untuk memperoleh kekuasaan politik jelas tidak diperkenankan, ia harus tunduk kepada tuntunan Islam yang nota bene menjadi pedoman hidup guna memperoleh kebahagiaan dunia-akhirat.
Dari penelaahan terhadap al-Qur’an dan al-Hadits, ada beberapa prinsip yang dapat dijadikan dasar dalam menjalankan aktifitas politik. Di antara prinsip yang dikemukakan al-Qur’an antara lain; 1. Prinsip tentang kedudukan manusia di bumi (QS. Al-Baqarah 30). Ayat ini menegaskan bahwa manusia diberikan kepercayaan oleh Allah untuk menjadi pemimpin di bumi. 2. Prinsip penegakkan supremasi hukum (QS. Al-Nisa’ 58). Ayat ini menjelaskan bahwa pemimpin harus menegakkan hukum sesuai dengan ketentuan. 3. Prinsip penegakkan kepemimpinan (QS. Ali Imran 118). Ayat ini menjelaskan bahwa kaum muslimin tidaklah diperkenankan memilih pemimpin yang berbeda keyakinan dengan mereka (non-muslim). 4. Prinsip Musyawarah (QS. Ali Imran 159). Ayat ini menegaskan bahwa dalam menjalankan aktifitas politik prinsip musyawarah harus dijalankan. Keputusan diambil secara kolektif yang bermuara pada kemaslahatan bersama. 4. Prinsip persatuan dan persaudaraan (QS. Ali Imran 103). 5. Prinsip persamaan (QS. Al-Hujurat 13). Islam tidak mengenal perbedaan warna kulit, arab dan non arab (Arab wa al-‘ajam), dll. Seluruh manusia sama, hanya ketaqwaanlah yang menjadi pembeda antar mereka. 6. Prinsip tolong-menolong dalam kebaikan (QS. Al-Ma’idah 2). Ayat ini menjelaskan bahwa tolong-menolong hanya untuk kebaikan, tidak dibenarkan berkolaborasi dalam hal-hal yang bertentang dengan Islam. Prinsip-prinsip di atas hanyalah beberapa saja dari prinsip-prinsip politik dalam Islam.
Adapun prinsip-prinsip politik dalam hadits antara lain; 1. Prinsip kebutuhan pada pemimpin (HR. Ahmad). Hadits ini menjelaskan bahwa penegakkan kepemimpinan merupakan suatu keniscayaan dalam suatu komunitas, kendatipun komunitas itu hanya terdiri dari tiga orang saja. 2. Prinsip tanggung jawab (HR. Muttafaq ‘alaih). Hadits ini menginformasikan bahwa seorang pemimpin bukanlah seorang diktator yang dapat melaksanakan kegiatan politik dengan semena-mena, sebab kekuasaan merupakan amanah yang mesti dilakukan dengan penuh dedikasi dan akan dipertanggung jawabkan pada waktunya nanti. 3. Prinsip saling mencintai antara pemimpin dan rakyat (HR. Ahmad). Hadits ini menjelaskan bahwa seorang pemimpin haruslah mencintai rakyatnya dan begitu juga sebaliknya. Prinsip saling mencintai ini akan melahirkan hubungan yang harmonis antar keduanya. 4. Prinsip keta’atan (HR. Al-Bukhari). Masyarakat haruslah ta’at terhadap pemimpin yang telah dipiihnya, dengan catatan ketentuan-ketentuan yang diberikan pemimpin tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Allah. (la tha’at fi ma’shiat Allah). 5. Prinsip persamaan di depan hukum (HR. Ahmad). Hadits ini menginformasikan bahwa hukum mestilah ditegakkan tanpa tebang pilih. Rasulullah SAW dengan tegas mengatakan bahwa kendatipun anak kandungnya (Fatimah RA) melakukan kesalahan, maka akan tetapi dihukum sesuai dengan ketentuan. 6. Prinsip profesionalisme (HR. Al-Bukhari). Hadits ini menjelaskan bahwa seorang pemimpin haruslah dipilih sesuai kemampuannya, sebab ketika kepercayaan diberikan pada yang bukan profesional maka fa intazhir al-sa’ah, tunggulah kehancurannya.
Prinsip-prinsip politik yang ketengahkan di atas adalah prinsip-prinsip dasar yang mesti dipatuhi umat Islam dalam menjalankan aktifitas politiknya. Konsistensi dalam mengimplementasikan prinsip-prinsip tersebut memberikan garansi kesuksesan dalam aktifitas politik umat Islam. Dalam konteks ke-Indonesiaan yang nota bene masyarakatnya mayoritas muslim seharusnya konstelasi politik dapat berjalan dengan baik. Namun pada kenyataanya idealisme tersebut ternyata masih jauh dari kenyataan. Aktivitas perpolitikan di Indonesia terlihat jelas melanggar dan keluar dari prinsip-prinsip yang diketengahkan Islam. Penegakkan hukum yang terkesan tebang pilih, kegiatan ekonomi yang tidak berorientasi pada kemaslahatan rakyat, pengangkatan pejabat yang tidak sesuai dengan prinsip profesionalisme, dll, hanyalah beberapa saja dari banyaknya defiasi yang terjadi. Untuk itu kembali pada Islam dan berkomitmen padanya merupakan satu-satunya jalan untuk memperoleh kesuksesan dalam politik yang bertujuan memberikan kebahagiaan dunia-akhirat.
Piagam Madinah yang digagas oleh Rasulullah ketika hidup berdampingan dengan orang-orang Yahudi adalah contoh model rujukan umat Islam dalam memaknai rumusan politik Islam. Bahwa dalam konteks kehidupan sosial kemasyarakatan atau ibadah mu`amalah, keberadaan politik tidak boleh berlaku parsial hanya untuk mereka yang meyakini kebenaran ajaran Islam. Tetapi bagaimana menjadikan keyakinan terhadap Islam sebagai upaya untuk menciptakan keadilan demi kemanusiaan. Ilustrasinya adalah sebagai al-insan atau mahluk individual, manusia mempunyai kewajiban untuk beribadah kepada Allah sesuai dengan keyakinannya kepada Islam. Namun disisi lain, keyakinan tersebut juga menuntut kepadanya selaku al-nas atau mahluk sosial untuk mewujudkan kemaslahatan hidup bersama tanpa membedakan keyakinan agama atau aqidah seseorang. Dengan demikian diharapkan kesadaran untuk memberlakukan politik Islam tidak terjebak pada formalisme yang bersifat simbolis. Karena hal tersebut dapat mereduksi universalisme politik Islam menjadi parsial.
Kesadaran umat Islam untuk memperjuangkan politik Islam seharusnya dilakukan dengan cara memberikan corak  perpolitikan di Indonesia berdasarkan konsep moral atau akhlaq ajaran Islam yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Dalam tataran praktis, umat Islam harus mampu menurunkan konsep keadilan, kejujuran, dan persaudaraan universal menjadi sebuah teori politik yang dapat dijadikan sebagai rujukan bagi pembangunan manusia seutuhnya. Dengan kata lain, upaya umat Islam untuk menjadikan Islam sebagai panduan berpolitik di Indonesia tidak terletak pada bentuk formalnya. Melainkan pada esensi ajaran Islam yang berdasarkan keyakinan terhadap Ketuhanan Yang maha Esa. Dimana ajaran tentang kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi sebuah keniscayaan proses sejarah demi mewujudkan cita-cita Founding Fathers kita, yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dan diharapkan di masa mendatang, cara pandang seperti ini mampu menjadi contoh model pembangunan politik internasional yang berorientasi pada kebaikan hidup umat manusia secara universal, semoga...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar