Walaupun telah diakui oleh para sarjana ahli hukum bahwa tidak ada
definisi yang baku terhadap hukum. Namun demikian sifat hukum yang
mengatur dan memaksa bagi seseorang untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu adalah keniscayaan agar sangsi hukum tetap dapat ditegakan
kepada mereka yang melanggarnya.1) Hal ini disebabkan karena hukum
bertujuan untuk mengatur kehidupan manusia secara damai,2) yang oleh
bangsa Jerman kuno disebut vrede. Oleh sebab itu pula bangsa Jerman
kuno menyebut putusan hakim sebagai perintah damai (vredeban atau
vredegebod). Sedangkan penjahat mereka sebut sebagai tak berdamai
(vredeloos) dan kejahatan mereka anggap sebagai pemutus damai
(vredebreuk).3)
Dalam literatur Islam, hukum menurut bahasa adalah menetapkan sesuatu
atas sesuatu. Sedangkan menurut syari’at adalah firman Tuhan yang
berhubungan dengan perbuatan mukallaf, baik itu berupa tuntutan,
pilihan, maupun wadl’i.4) Merujuk pada kedua pengertian definisi
tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa keberadaan hukum dalam
ajaran Islam adalah suatu ketetapan yang dibuat oleh Tuhan untuk
mengatur perbuatan mukallaf baik berupa tuntutan, pilihan, maupun wadl’i
dan bersifat mengikat.
Dalam perspektif hukum Islam, Allah adalah hakim yang paling sempurna
dan paling adil (QS. al-Tin 8). Hukum yang dibuat Allah terdistribusi
pada ayat-ayat Allah (tanda-tanda kebesaran Allah). Ayat-ayat tersebut
terbagi dua, ayat qauliyah yaitu firman Allah yang terdapat dalam
al-Qur’an, dan ayat kauniyah yaitu alam ciptaan Allah.
Para ulama sepakat mengatakan bahwa al-Qur’an merupakan sumber utama
(mashdar al-uzma) dalam penerapakan hukum Islam. Dari penelaahan
mendalam yang mereka lakukan ditemukan bahwa terdapat 5 jenis hukum
dalam Islam. Pertama wajib yaitu sebuah perbuatan yang apabila
dikerjakan maka pelakunya memperoleh pahala namun apabila ditinggalkan
akan mendapatkan dosa. Kedua sunnah yaitu sebuah perbuatan yang apabila
dikerjakan maka pelakunya memperoleh pahala namun apabila ditinggalkan
tidak mengakibatkan dosa. Ketiga mubah yaitu sebuah perbuatan yang
apabila dikerjakan maka pelakunya tidak memperoleh pahala, bagitu juga
apabila ditinggalkan tidak memperoleh dosa. Keempat makruh yaitu sebuah
perbuatan yang apabila dikerjakan tidak mengakibatkan dosa namun
merupakan sesuatu yang dibenci Allah, apabila ditinggalkan akan
memperoleh pahala. Kelima haram yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan
maka pelakunya akan memperoleh dosa namun apabila ditinggalkan akan
memperoleh pahala.
Berbicara tentang posisi kerasulan Muhammad SAW dalam perspektif hukum
Islam, para ulama sepakat mengatakan bahwa apapun yang dikatakan,
dilakukan, ditetapkan oleh Rasulullah juga merupakan sumber hukum.
Perkataan, perbuatan, dan ketetapan Rasulullah tersebut disebut dengan
sunnah Rasulullah (baca;sunnah). Rasulullah sering disebut sebagai
al-Qur’an berjalan dalam arti seluruh tindak tanduknya merupakan
penerjemahan dari nilai-nilai al-Qur’an. Posisi sunnah berada di bawah
al-Qur’an. Apabila ketentuan-ketentuan dalam al-Qur’an memuat hal-hal
yang abstrak dan umum (garis besar), maka sunnah berfungsi sebagai
penjelas (tabyin) bagi hal-hal tersebut. Sebagai contoh dalam al-Qur’an
terdapat kewajiban sholat, namun cara melaksanakan tidak dijelaskan
dengan rinci. Untuk itu dibutuhkan sunnah guna menjelaskannya. Dengan
demikian antara al-Qur’an dengan sunnah merupakan dua hal yang tidak
boleh dikesampingkan oleh umat Islam. Mengherankan memang apabila ada
segelintir umat Islam yang hanya mau mempergunakan al-Qur’an saja
sebagai sumber hukum dengan menegasikan (meniadakan) sunnah yang
notabene merupakan penjelasan yang tidak bisa dipisahkan dari al-Qur’an.
Kelompok ini sering diidentifikasi sebagai inkar al-sunnah (Pengingkar
sunnah).
Bagi umat Islam keharusan untuk menjadikan al-Qur’an dan sunnah sebagai
sumber hukum merupakan hal mutlak dilakukan. Pembuat hukum dalam
al-Qur’an adalah Allah, Zat Yang Maha atas segala-galanya, sehingga
tidak ada sedikitpun peluang atau ruang untuk keliru/salah. Sementara
sunnah merupakan tindakan, perbuatan, ketetapan dari Rasulullah, pribadi
agung yang merupakan penerjemahan dari al-Qur’an dalam segala
tindak-tanduknya. Rasulullah memberikan jaminan keselamatan (lan
tadhillu abada) bagi orang-orang yang menjadikan al-Qur’an dan sunnah
sebagai sumber hukum dalam menjalani kehidupan baik secara individu
ataupun bermasyarakat.
--------------------
1). Drs. C.S.T. Kansil, S.H. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1992), Jilid I, cet. IX, hal. 11-13.
2). Ibid., hal. 15.
3). Dr. Soedjono Dirdjosisworo, S.H., Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 1991), cet. III, hal 17-18.
4). Abdul Hamid Hakim, As-Sulam, (Jakarta: Sa'adiyah Putra, tt), hal.
7. Lebih jauh lihat, Abu Zahroh, Ushul al-Fiqh, (tk: Daar al-Fikr
al-Arabi, 1958), hal. 26. Dan juga, Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul
al-Fiqh, (Al-Qohiroh: Daar al-Quwaitiyah, 1968), cet. VIII, hal. 100.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar